KEWAJIBAN
DAN METODE DAKWAH
Makalah
ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits PM
Dosen
Pengampu: M.Fajrul Munawir
Disusun
Oleh:
Kelompok
1
1.
Fitriyani (12230001)
2.
Wahyudi (12230002)
3.
Puput Hidayah (12230003)
4.
Muhammad Irvan (12230056)
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan
sehari-hari sering kita jumpai kenyataan bahwa tata cara memberikan sesuatu
lebih penting dari sesuatu yang diberikan itu sendiri. Yang mana kita ibaratkan
bagaikan Semangkok teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengan cara
sopan,ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat,akan lebih terasa enak disantap ketimbang
seporsi makanan lezat,mewah dan mahal harganya,tetapi disajikan dengan cara
kurang ajar,tidak sopan dan menyakitkan hati orang yang menerimanya. [1]
Gambaran diatas
membersitkan ungkapan bahwa tata cara atau metode lebih penting dari materi,yang dalam bahasa
arab dikenal dengan “Al-Thariqah abammu min al-maddah”. Ungkapan ini sangat releven dengan kegiatan
dakwah.
Aktivitas dakwah pada awalnya hanyalah
merupakan tugas sederhana yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang diterima
dari rasullullah SAW,walaupun hanya satu ayat.
Hal ini dapat
dipahamai sebagaimana yang ditegaskan oleh hadits Rasullah SAW : “ Balighu
‘anni walau ayat”. Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas dakwah boleh
dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk
menyebarkan nilai-nilai islam.
Oleh karena itu
aktivitas dakwah memang harus berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan
oleh orang per orang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat
melakukan dakwah. Kegiatan dakwah sering diguluti oleh para dai dan da’iyah
secara tradisional secara lisan dalam bentuk ceramah dan pengajian.
Yang mana para da’I berpindah dari satu
majelis ke majelis yang lainnya. Akan tetapi berkembangnya zaman dakwah
sekaramg ini tidak lagi dilakukan secara tradisional.Dakwah sekarang sudah
menjadi satu profesi yang menuntut skill,planning dan manajemen handal.Hal ini
telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-quran surat Ali Imron ayat 104:
Memahami esensi
dari makna dakwah itu sendiri,kegiatan dakwah sering dipahami sebagai upaya
untuk memberikan solusi islam terhadap berbagai masalah dalam kehidupan. Untuk
itu dakwah harus dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Karenanya
memilih cara dan metode yang tepat agar dakwah menjadi actual,factual,dan
kontekstual menjadi bahagiaan strategis dan kegiatan dakwah itu sendiri. Untuk
lebih jelasnya akan dibahas di bab selanjutnya mengenahi kewajiban dan metode
dakwah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
arti dari Dakwah tersebut?
2. Bagaimana
kewajiban dakwah bagi setiap umat islam?
3. Metode
yang seperti apa yang dapat diterapkan ?
C. Tujuan
Maksud disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Hadits PM(Pengembangan
Masyarakat). Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa
mampu Menjelaskan pengertian
dari Dakwah
2. Mampu
memahami bagaimana metode berdakwah serta kewajiban dakwah yang dapat
diterapakan di dalam kehidupan umat muslim khususnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dakwah
Sebelum kita
tahu mengenahi kewajiban dakwah kita harus lebih dahulu mampu atau memahami
arti dari dakwah itu sendiri. Arti dakwah itu sangat bermacam-macam ada yang
menyebutkan bahwa dakwah berarti kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan
memanggil orang lain untuk beriman dan taat kepada Allah SWT, sesuai dengan
garis akidah, syariat dan akhlak Islam. Secara bahasa, dakwah merupakan masdar
(kata benda) dari kata kerja “da’a yad’u “ yang artinya “panggilan”,
“seruan” atau “ajakan”.
Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa berdakwah adalah
aktivitas menyeru manusia kepada Allah SWT dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dengan harapan agar objek dakwah yang kita dakwahi beriman kepada Allah
SWT dan mengingkari thagut (semua yang di abdi selain Allah) sehingga mereka
keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Orang yang berdakwah
disebut dai (juru dakwah), sedangkan obyek dakwah disebut mad’u. Setiap dakwah
hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di
dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah.
B. Kewajiban
Dakwah
Sebagaimana
yang telah dijelaskan pada ayat diatas pada dasarnya setiap Muslim dan Muslimah
diwajibkan untuk mendakwahkan Islam kepada orang lain, baik Muslim maupun Non
Muslim. Ketentuan semacam ini didasarkan pada firman Allah swt :
“Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung” (TQS.
Al-Imran : 104).
Tafsirannya menurut Ibnu Kasir
yaitu:
Allah SWT
berfirman bahwasanya hendaklah ada dari kalian sejumlah orang yang bertugas
untuk menegakkan perintah Allah, yaitu dengan menyeru orang-orang untuk berbuat
kebajikan dan melarang perbuatan yang mungkar, mereka adalah golongan yang
beruntung. Adh Dhahhak mengatakan,mereka adalah para sahabat yang terpilih,para
mujaidin dan para ulama.
Abu Ja’far
Al-Baqir meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw, membacakan firman-Nya : ”Dan
hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan”(AliImran104). Kemudian beliau Saw. bersabda : “Yang dimaksud dengan
kebajikan ini ialah mengikuti Al-Qur’an dan sunnahku.” Hadits diriwayatkan oleh
Ibnu Murdawaih.Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan
orang dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut,
sekalipun urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat
ini.
Sebagaimana yang
disebutkan di dalam kitab Shahih Muslim dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah.
Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda : “Barang siapa di antara
kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya.
Dan jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya.
Dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah
selemah-lemah iman.”
Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”
Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan
kepada kami Ismail ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Amu Amr,
dari jarullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Hudzhaifah ibnu Yaman, bahwa
Nabi Saw. pernah bersabda :“Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan
melarang perbuatan mungkar, atau hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada
kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa (meminta
pertolongan kepada-Nya), tetapi doa kalian tidak diperkenankan.”
Selain
itu juga ada yang menafsirkan dari Departemen Agama Pemerintah Indonesia
yaitu: Untuk
mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat Islam yang bergerak dalam
bidang dakwah yang selalu memberi peringatan, bilamana nampak gejala-gejala
perpecahan dan penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar
supaya di antara umat Islam ada segolongan umat yang terlatih di bidang dakwah
yang dengan tegas menyerukan kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf
(baik) dan mencegah dari yang mungkar (keji).
Dengan demikian
umat Islam akan terpelihara daripada perpecahan dan infiltrasi pihak manapun.
Menganjurkan berbuat kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan
menghilangkan sifat-sifat yang buruk.Siapa saja yang ingin mencapai kemenangan.
maka ia terlebih dahulu harus mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan
untuk mencapainya, yaitu: kemenangan tidak akan tercapai melainkan dengan
kekuatan, dan kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan persatuan. Persatuan
yang kokoh dan kuat tidak akan tercapai kecuali dengan sifat-sifat keutamaan.
Tidak terpelihara keutamaan itu melainkan dengan terpeliharanya agama dan
akhirnya tidak mungkin agama terpelihara melainkan dengan adanya dakwah.
Maka kewajiban
pertama umat Islam itu ialah menggiatkan dakwah agar agama dapat berkembang
baik dan sempurna sehingga banyak pemeluk-pemeluknya. Dengan dorongan agama
akan tercapailah bermacam-macam kebaikan sehingga terwujud persatuan yang kokoh
kuat. Dari persatuan yang kokoh tersebut akan timbullah kemampuan yang besar
untuk mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Mereka yang memenuhi
syarat-syarat perjuangan itulah orang-orang yang sukses dan beruntung.Selain
ayat diatas ada juga dalil lain yang menjelaskan tentang kewajiban dakwah
diantara sebagai berikut:
Qs. Al-Imran:110
“Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” .
Qs. An-Nahl:125
” Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk ”.
Qs. Fushishilat:33
” Siapakah yang lebih
baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal
yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah
diri?” .
HR. Bukhari
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا
عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Dari ‘Abdullah bin
‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku
walaupun satu ayat”.
HR. Muslim
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa saja yang melihat
kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Jika dengan tangan tidak
mampu, hendaklah ia ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu
maka ubahlah dengan hatinya; dan ini adalah selemah-lemah iman.”
HR. Imam Ahmad
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوْا
الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ
فَلَا يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ
وَالْعَامَّةَ
“Sesungguhnya Allah
tidak akan mengadzab orang-orang secara keseluruhan akibat perbuatan mungkar
yang dilakukan oleh seseorang, kecuali mereka melihat kemungkaran itu di
depannya, dan mereka sanggup menolaknya, akan tetapi mereka tidak menolaknya.
Apabila mereka melakukannya, niscaya Allah akan mengadzab orang yang melakukan
kemungkaran tadi dan semua orang secara menyeluruh.”
HR. Turmudziy, Abu 'Isa berkata,
hadits ini hasan
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ
اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا
يُسْتَجَابُ لَكُمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي
عَمْرٍو بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
“Demi Dzat Yang jiwaku
ada di dalam genggaman tanganNya, sungguh kalian melakukan amar makruf nahi
‘anil mungkar, atau Allah pasti akan menimpakan siksa; kemudian kalian berdoa
memohon kepada Allah, dan doa itu tidak dikabulkan untuk kalian”.
Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil yang
sharih mengenai kewajiban dakwah atas setiap Mukmin dan Muslim. Bahkan, Allah
swt mengancam siapa saja yang meninggalkan dakwah Islam, atau berdiam diri
terhadap kemaksiyatan dengan “tidak terkabulnya doa”. Bahkan, jika di dalam
suatu masyarakat, tidak lagi ada orang yang mencegah kemungkaran, niscaya Allah
akan mengadzab semua orang yang ada di masyarakat tersebut, baik ia ikut
berbuat maksiyat maupun tidak. Kenyataan ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa
hukum dakwah adalah wajib, bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang
terkandung di dalam nash-nash yang berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk
pasti. Indikasi yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti adalah,
adanya siksa bagi siapa saja yang meninggalkan dakwah. Ini menunjukkan, bahwa
hukum dakwah adalah wajib.
C. Metode
Dakwah
Metode dakwah
merupakan cara yang digunakan oleh umat islam dalam rangka mengajak menyampaikan
atau menyeru orang lain untuk mengikuti, menyakini, memahami, dan mengamalkan
ajaran islam. Adapun metode dakwah yang dapat dilakukukan oleh setiap muslim
sangatlah bermacam-macam. Berdasarkan Al-quran metode dakwah terbagi atas tiga
kategori diantaranya yaitu:
1. Al
–Hikmah (اا
لحكمة)
a. Pengertian bi al-Hikmah
Kata “hikmah” dalam al-quran disebutkan sebanyak 20 kali baik
dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat.
Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah
mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman,dan jika dikaitkan
dengan dakwah berarti menghindari hal-hal yang kurang releven dalam
melaksanakan tugas dakwah. Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu
orang yang memilki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Menurut
iman Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi,arti hikmah yaitu:
"باِ
لْحِكْمَةً "أَي ِبلَمقا لة الصحيحة المحكمة وهو الدليل المو ضح للحق المزيل
للشبهة.
“dakwah
bil-hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti
yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
Dari beberapa pengertian
diatas dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketetapan
da’I dengan kondisi objektif mad’u . Al-hikmah merupakan kemampuan da’I
dal;am menjelaskan doktrin-doktrin islam serta realitas yang ada dengan
argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah
sebagai sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam berdakwah.
b. Hikmah dalam dakwah
Dari penjelasan diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah dakwah
dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting yaitu dapat
menentukan sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam
tingkat pendidikan,strata social dan latar belakang budaya,para da’I memerlukan
hikmah,sehingga ajaran islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan
tepat. Oleh karenaitu para da’I dituntut untuk mampu memahami dan mengerti sekaligus
memanfaatkan latar belakangnya sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai
sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbumya. Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimilki oleh seorang da’I
dalam berdakwah. Karena, dengan hikmah akan lahir kebijaksanaan dalam
menerapkan langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Oleh
karena itu hikmah memilki multi definisi mengandung arti dan makna yang
bervbeda tergantung dari mana sisi man melihatnya.
2. Al-Mau’idza Al-Hasanah (المو عظة الحسنة)
Secara bahasa,Mau’izhah
hasanah terdiri dari dua kata,yaitu mau’izahah dan hasanah. Kata mau’izhah
berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’adzan-‘idzatan yang berarti
nasihat,bimbingan,pendidikan,dan peringatan,sementara hasanah merupakan
kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan. Adapun
secara istilah ada beberapa pendapan antara lain:
·
Menurut Iman Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang
dikutip oleh H.Hasanudin adalah sebagai berikut:
والمو عظة الحسنة وهئ
الةئ لا يخفئ عليهم أنك تنا صحهم بها وتقصدما ينفعهم فيها او باالقر أن
“al-mau’izhah
al-hasanah”adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi
mereka,bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka
atau dengan al-quran.
Mau’izhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkpan yang mengandung
unsure bimbingan,pendidikan,pengajaran,kisah-kisah,berita
gembira,peringatan,pesan-pesan positif(wasiyat)yang bisa dijadikan pedoman
dalam kehidupan agar dapatkan keslamatan dunia dan akhirat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa mau’idzatul hasanah akan mengandung arti kata-kata yang masuk
ke dalam qalbu dengan penuh kasih saying dan ke dalam persaan dengan penuh
kelembutan tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah
lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati keras dan
menjinakkan kalbu yang liar,ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada
larangan dan ancaman. Pada dasarnya model Mau’idzah yaitu dengan
Tandzir(memberi peringatan kepada yang lupa),serta Tabzyir(member kabar gembira
kepada mereka yang taat).
3.
Al-Mujadalah Bi-al-lati Hiya Ahsan (الجا دلة ب لتئ هي
احسن)
Dari segi etimologi
(bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala”yang bermakna memintal,melilit.
Apabila ditambahkan alif pada huruf jim mengikuti wazan faa ala,”jaa dala”dapat bermakna
berdebat,dan “mujaadalah”perdebatan.
Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya
guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan
untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapaat melalui argumentasi yang
disampaikan. Menurut tafsir an-nasafi kata ini mengandung:
وَ جاَ دِلهُم باِلتئِ
هِيَ اَحْسَنُ" باِلَّطَّريْقَةِ الَّتِئ هِيَ اَحْسَنُ طُرُقِ الْمُجَدَلَةِ
مِنَ الْرِفْقِ وا لَلَّيْنِ مِنْ غَيْرِ فَظَا ظَةٍ اَوْ بِمَا يُوْ قِظُ
الْقُلُوْ بَ وَيَعِدُظُ الُّنُّفَوْ سَ وَ يَحْلُو الْعُقُوْ لَ,وَهُوَ رد ءلئَ مَنْ
ياَ بَي الْمُنَ ظَرَ ةً فِئ الّدّيْنِ
Berbantahahan dengan baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya
dalam bermnujadalah,antara lain dengan perkataan yang lunak lemah lembut,tidak
dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu(perkataan)yang bisa
menyadarkan hati,membangun jiwa dan menerangi akal pikiran ini merupakan
penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama.
Dari pengertian diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa
al-mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara
sinergis yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima
pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Pada
dasarnya model Mujadalah dengan cara dialog,berdiskusi maupun seminar.
Selain berdasarkan Al-quran,hadits juga menjabarkan bahwa hadits
memberikan tiga operasional metode dakwah diantaranya yaitu:
a.
Bilyadi : Teknik layanan sosial,Penulisan,Pembebasan/ hijrah,Jihad
b.
Billisan : Mauidhoh, Mujadalah
c.
Bilqolbi
: Doa/Diam,Internalisasi diri, Hijrah.
BAB III
PENUTUP
Dakwah
merupakan kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang lain
untuk beriman dan taat kepada Allah SWT, sesuai dengan garis akidah, syariat
dan akhlak Islam. Didalam berdakwah mengenal tentang kewajiban dakwah yang mana
kewajiban dakwah itu telah dijelaskan pada dalil-dKEWAJIBAN
DAN METODE DAKWAH
Makalah
ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits PM
Dosen
Pengampu: M.Fajrul Munawir
Disusun
Oleh:
Kelompok
1
1.
Fitriyani (12230001)
2.
Wahyudi (12230002)
3.
Puput Hidayah (12230003)
4.
Muhammad Irvan (12230056)
PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan
sehari-hari sering kita jumpai kenyataan bahwa tata cara memberikan sesuatu
lebih penting dari sesuatu yang diberikan itu sendiri. Yang mana kita ibaratkan
bagaikan Semangkok teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengan cara
sopan,ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat,akan lebih terasa enak disantap ketimbang
seporsi makanan lezat,mewah dan mahal harganya,tetapi disajikan dengan cara
kurang ajar,tidak sopan dan menyakitkan hati orang yang menerimanya. [1]
Gambaran diatas
membersitkan ungkapan bahwa tata cara atau metode lebih penting dari materi,yang dalam bahasa
arab dikenal dengan “Al-Thariqah abammu min al-maddah”. Ungkapan ini sangat releven dengan kegiatan
dakwah.
Aktivitas dakwah pada awalnya hanyalah
merupakan tugas sederhana yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang diterima
dari rasullullah SAW,walaupun hanya satu ayat.
Hal ini dapat
dipahamai sebagaimana yang ditegaskan oleh hadits Rasullah SAW : “ Balighu
‘anni walau ayat”. Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas dakwah boleh
dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk
menyebarkan nilai-nilai islam.
Oleh karena itu
aktivitas dakwah memang harus berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan
oleh orang per orang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat
melakukan dakwah. Kegiatan dakwah sering diguluti oleh para dai dan da’iyah
secara tradisional secara lisan dalam bentuk ceramah dan pengajian.
Yang mana para da’I berpindah dari satu
majelis ke majelis yang lainnya. Akan tetapi berkembangnya zaman dakwah
sekaramg ini tidak lagi dilakukan secara tradisional.Dakwah sekarang sudah
menjadi satu profesi yang menuntut skill,planning dan manajemen handal.Hal ini
telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-quran surat Ali Imron ayat 104:
Memahami esensi
dari makna dakwah itu sendiri,kegiatan dakwah sering dipahami sebagai upaya
untuk memberikan solusi islam terhadap berbagai masalah dalam kehidupan. Untuk
itu dakwah harus dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Karenanya
memilih cara dan metode yang tepat agar dakwah menjadi actual,factual,dan
kontekstual menjadi bahagiaan strategis dan kegiatan dakwah itu sendiri. Untuk
lebih jelasnya akan dibahas di bab selanjutnya mengenahi kewajiban dan metode
dakwah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
arti dari Dakwah tersebut?
2. Bagaimana
kewajiban dakwah bagi setiap umat islam?
3. Metode
yang seperti apa yang dapat diterapkan ?
C. Tujuan
Maksud disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Hadits PM(Pengembangan
Masyarakat). Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa
mampu Menjelaskan pengertian
dari Dakwah
2. Mampu
memahami bagaimana metode berdakwah serta kewajiban dakwah yang dapat
diterapakan di dalam kehidupan umat muslim khususnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dakwah
Sebelum kita
tahu mengenahi kewajiban dakwah kita harus lebih dahulu mampu atau memahami
arti dari dakwah itu sendiri. Arti dakwah itu sangat bermacam-macam ada yang
menyebutkan bahwa dakwah berarti kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan
memanggil orang lain untuk beriman dan taat kepada Allah SWT, sesuai dengan
garis akidah, syariat dan akhlak Islam. Secara bahasa, dakwah merupakan masdar
(kata benda) dari kata kerja “da’a yad’u “ yang artinya “panggilan”,
“seruan” atau “ajakan”.
Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa berdakwah adalah
aktivitas menyeru manusia kepada Allah SWT dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dengan harapan agar objek dakwah yang kita dakwahi beriman kepada Allah
SWT dan mengingkari thagut (semua yang di abdi selain Allah) sehingga mereka
keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Orang yang berdakwah
disebut dai (juru dakwah), sedangkan obyek dakwah disebut mad’u. Setiap dakwah
hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di
dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah.
B. Kewajiban
Dakwah
Sebagaimana
yang telah dijelaskan pada ayat diatas pada dasarnya setiap Muslim dan Muslimah
diwajibkan untuk mendakwahkan Islam kepada orang lain, baik Muslim maupun Non
Muslim. Ketentuan semacam ini didasarkan pada firman Allah swt :
“Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung” (TQS.
Al-Imran : 104).
Tafsirannya menurut Ibnu Kasir
yaitu:
Allah SWT
berfirman bahwasanya hendaklah ada dari kalian sejumlah orang yang bertugas
untuk menegakkan perintah Allah, yaitu dengan menyeru orang-orang untuk berbuat
kebajikan dan melarang perbuatan yang mungkar, mereka adalah golongan yang
beruntung. Adh Dhahhak mengatakan,mereka adalah para sahabat yang terpilih,para
mujaidin dan para ulama.
Abu Ja’far
Al-Baqir meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw, membacakan firman-Nya : ”Dan
hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan”(AliImran104). Kemudian beliau Saw. bersabda : “Yang dimaksud dengan
kebajikan ini ialah mengikuti Al-Qur’an dan sunnahku.” Hadits diriwayatkan oleh
Ibnu Murdawaih.Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan
orang dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut,
sekalipun urusan tersebut memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat
ini.
Sebagaimana yang
disebutkan di dalam kitab Shahih Muslim dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah.
Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda : “Barang siapa di antara
kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya.
Dan jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya.
Dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah
selemah-lemah iman.”
Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”
Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”
Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan
kepada kami Ismail ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Amu Amr,
dari jarullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Hudzhaifah ibnu Yaman, bahwa
Nabi Saw. pernah bersabda :“Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman
kekuasaan-Nya, kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan
melarang perbuatan mungkar, atau hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada
kalian siksa dari sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa (meminta
pertolongan kepada-Nya), tetapi doa kalian tidak diperkenankan.”
Selain
itu juga ada yang menafsirkan dari Departemen Agama Pemerintah Indonesia
yaitu: Untuk
mencapai maksud tersebut perlu adanya segolongan umat Islam yang bergerak dalam
bidang dakwah yang selalu memberi peringatan, bilamana nampak gejala-gejala
perpecahan dan penyelewengan. Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar
supaya di antara umat Islam ada segolongan umat yang terlatih di bidang dakwah
yang dengan tegas menyerukan kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf
(baik) dan mencegah dari yang mungkar (keji).
Dengan demikian
umat Islam akan terpelihara daripada perpecahan dan infiltrasi pihak manapun.
Menganjurkan berbuat kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan
menghilangkan sifat-sifat yang buruk.Siapa saja yang ingin mencapai kemenangan.
maka ia terlebih dahulu harus mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan
untuk mencapainya, yaitu: kemenangan tidak akan tercapai melainkan dengan
kekuatan, dan kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan persatuan. Persatuan
yang kokoh dan kuat tidak akan tercapai kecuali dengan sifat-sifat keutamaan.
Tidak terpelihara keutamaan itu melainkan dengan terpeliharanya agama dan
akhirnya tidak mungkin agama terpelihara melainkan dengan adanya dakwah.
Maka kewajiban
pertama umat Islam itu ialah menggiatkan dakwah agar agama dapat berkembang
baik dan sempurna sehingga banyak pemeluk-pemeluknya. Dengan dorongan agama
akan tercapailah bermacam-macam kebaikan sehingga terwujud persatuan yang kokoh
kuat. Dari persatuan yang kokoh tersebut akan timbullah kemampuan yang besar
untuk mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Mereka yang memenuhi
syarat-syarat perjuangan itulah orang-orang yang sukses dan beruntung.Selain
ayat diatas ada juga dalil lain yang menjelaskan tentang kewajiban dakwah
diantara sebagai berikut:
Qs. Al-Imran:110
“Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” .
Qs. An-Nahl:125
” Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk ”.
Qs. Fushishilat:33
” Siapakah yang lebih
baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal
yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah
diri?” .
HR. Bukhari
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا
عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Dari ‘Abdullah bin
‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku
walaupun satu ayat”.
HR. Muslim
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa saja yang melihat
kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Jika dengan tangan tidak
mampu, hendaklah ia ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu
maka ubahlah dengan hatinya; dan ini adalah selemah-lemah iman.”
HR. Imam Ahmad
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ
وَجَلَّ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوْا
الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ
فَلَا يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ
وَالْعَامَّةَ
“Sesungguhnya Allah
tidak akan mengadzab orang-orang secara keseluruhan akibat perbuatan mungkar
yang dilakukan oleh seseorang, kecuali mereka melihat kemungkaran itu di
depannya, dan mereka sanggup menolaknya, akan tetapi mereka tidak menolaknya.
Apabila mereka melakukannya, niscaya Allah akan mengadzab orang yang melakukan
kemungkaran tadi dan semua orang secara menyeluruh.”
HR. Turmudziy, Abu 'Isa berkata,
hadits ini hasan
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ
اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا
يُسْتَجَابُ لَكُمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي
عَمْرٍو بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
“Demi Dzat Yang jiwaku
ada di dalam genggaman tanganNya, sungguh kalian melakukan amar makruf nahi
‘anil mungkar, atau Allah pasti akan menimpakan siksa; kemudian kalian berdoa
memohon kepada Allah, dan doa itu tidak dikabulkan untuk kalian”.
Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil yang
sharih mengenai kewajiban dakwah atas setiap Mukmin dan Muslim. Bahkan, Allah
swt mengancam siapa saja yang meninggalkan dakwah Islam, atau berdiam diri
terhadap kemaksiyatan dengan “tidak terkabulnya doa”. Bahkan, jika di dalam
suatu masyarakat, tidak lagi ada orang yang mencegah kemungkaran, niscaya Allah
akan mengadzab semua orang yang ada di masyarakat tersebut, baik ia ikut
berbuat maksiyat maupun tidak. Kenyataan ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa
hukum dakwah adalah wajib, bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang
terkandung di dalam nash-nash yang berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk
pasti. Indikasi yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti adalah,
adanya siksa bagi siapa saja yang meninggalkan dakwah. Ini menunjukkan, bahwa
hukum dakwah adalah wajib.
C. Metode
Dakwah
Metode dakwah
merupakan cara yang digunakan oleh umat islam dalam rangka mengajak menyampaikan
atau menyeru orang lain untuk mengikuti, menyakini, memahami, dan mengamalkan
ajaran islam. Adapun metode dakwah yang dapat dilakukukan oleh setiap muslim
sangatlah bermacam-macam. Berdasarkan Al-quran metode dakwah terbagi atas tiga
kategori diantaranya yaitu:
1. Al
–Hikmah (اا
لحكمة)
a. Pengertian bi al-Hikmah
Kata “hikmah” dalam al-quran disebutkan sebanyak 20 kali baik
dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat.
Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah
mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman,dan jika dikaitkan
dengan dakwah berarti menghindari hal-hal yang kurang releven dalam
melaksanakan tugas dakwah. Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu
orang yang memilki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Menurut
iman Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi,arti hikmah yaitu:
"باِ
لْحِكْمَةً "أَي ِبلَمقا لة الصحيحة المحكمة وهو الدليل المو ضح للحق المزيل
للشبهة.
“dakwah
bil-hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti
yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
Dari beberapa pengertian
diatas dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketetapan
da’I dengan kondisi objektif mad’u . Al-hikmah merupakan kemampuan da’I
dal;am menjelaskan doktrin-doktrin islam serta realitas yang ada dengan
argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah
sebagai sebuah system yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam berdakwah.
b. Hikmah dalam dakwah
Dari penjelasan diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah dakwah
dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting yaitu dapat
menentukan sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam
tingkat pendidikan,strata social dan latar belakang budaya,para da’I memerlukan
hikmah,sehingga ajaran islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan
tepat. Oleh karenaitu para da’I dituntut untuk mampu memahami dan mengerti sekaligus
memanfaatkan latar belakangnya sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai
sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbumya. Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimilki oleh seorang da’I
dalam berdakwah. Karena, dengan hikmah akan lahir kebijaksanaan dalam
menerapkan langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Oleh
karena itu hikmah memilki multi definisi mengandung arti dan makna yang
bervbeda tergantung dari mana sisi man melihatnya.
2. Al-Mau’idza Al-Hasanah (المو عظة الحسنة)
Secara bahasa,Mau’izhah
hasanah terdiri dari dua kata,yaitu mau’izahah dan hasanah. Kata mau’izhah
berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’adzan-‘idzatan yang berarti
nasihat,bimbingan,pendidikan,dan peringatan,sementara hasanah merupakan
kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan. Adapun
secara istilah ada beberapa pendapan antara lain:
·
Menurut Iman Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang
dikutip oleh H.Hasanudin adalah sebagai berikut:
والمو عظة الحسنة وهئ
الةئ لا يخفئ عليهم أنك تنا صحهم بها وتقصدما ينفعهم فيها او باالقر أن
“al-mau’izhah
al-hasanah”adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi
mereka,bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka
atau dengan al-quran.
Mau’izhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkpan yang mengandung
unsure bimbingan,pendidikan,pengajaran,kisah-kisah,berita
gembira,peringatan,pesan-pesan positif(wasiyat)yang bisa dijadikan pedoman
dalam kehidupan agar dapatkan keslamatan dunia dan akhirat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa mau’idzatul hasanah akan mengandung arti kata-kata yang masuk
ke dalam qalbu dengan penuh kasih saying dan ke dalam persaan dengan penuh
kelembutan tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah
lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati keras dan
menjinakkan kalbu yang liar,ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada
larangan dan ancaman. Pada dasarnya model Mau’idzah yaitu dengan
Tandzir(memberi peringatan kepada yang lupa),serta Tabzyir(member kabar gembira
kepada mereka yang taat).
3.
Al-Mujadalah Bi-al-lati Hiya Ahsan (الجا دلة ب لتئ هي
احسن)
Dari segi etimologi
(bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala”yang bermakna memintal,melilit.
Apabila ditambahkan alif pada huruf jim mengikuti wazan faa ala,”jaa dala”dapat bermakna
berdebat,dan “mujaadalah”perdebatan.
Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya
guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan
untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapaat melalui argumentasi yang
disampaikan. Menurut tafsir an-nasafi kata ini mengandung:
وَ جاَ دِلهُم باِلتئِ
هِيَ اَحْسَنُ" باِلَّطَّريْقَةِ الَّتِئ هِيَ اَحْسَنُ طُرُقِ الْمُجَدَلَةِ
مِنَ الْرِفْقِ وا لَلَّيْنِ مِنْ غَيْرِ فَظَا ظَةٍ اَوْ بِمَا يُوْ قِظُ
الْقُلُوْ بَ وَيَعِدُظُ الُّنُّفَوْ سَ وَ يَحْلُو الْعُقُوْ لَ,وَهُوَ رد ءلئَ مَنْ
ياَ بَي الْمُنَ ظَرَ ةً فِئ الّدّيْنِ
Berbantahahan dengan baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya
dalam bermnujadalah,antara lain dengan perkataan yang lunak lemah lembut,tidak
dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu(perkataan)yang bisa
menyadarkan hati,membangun jiwa dan menerangi akal pikiran ini merupakan
penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama.
Dari pengertian diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa
al-mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara
sinergis yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima
pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Pada
dasarnya model Mujadalah dengan cara dialog,berdiskusi maupun seminar.
Selain berdasarkan Al-quran,hadits juga menjabarkan bahwa hadits
memberikan tiga operasional metode dakwah diantaranya yaitu:
a.
Bilyadi : Teknik layanan sosial,Penulisan,Pembebasan/ hijrah,Jihad
b.
Billisan : Mauidhoh, Mujadalah
c.
Bilqolbi
: Doa/Diam,Internalisasi diri, Hijrah.
BAB III
PENUTUP
Dakwah
merupakan kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang lain
untuk beriman dan taat kepada Allah SWT, sesuai dengan garis akidah, syariat
dan akhlak Islam. Didalam berdakwah mengenal tentang kewajiban dakwah yang mana
kewajiban dakwah itu telah dijelaskan pada dalil-dalil diatas yang sahih bahwa
dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Yang mana Allah swt mengancam siapa saja
yang meninggalkan dakwah Islam, atau berdiam diri terhadap kemaksiyatan dengan
“tidak terkabulnya doa”. Bahkan, jika di dalam suatu masyarakat, tidak lagi ada
orang yang mencegah kemungkaran, niscaya Allah akan mengadzab semua orang yang
ada di masyarakat tersebut, baik ia ikut berbuat maksiyat maupun tidak.
Kenyataan ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa hukum dakwah adalah wajib,
bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang terkandung di dalam
nash-nash yang berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk pasti. Indikasi
yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti adalah, adanya siksa bagi
siapa saja yang meninggalkan dakwah.
Selain itu berdakwah dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara atau metode yang mana di dalam al-quran
menyebutkan bahwa metode berdakwah ada dua yaitu hikmah,mau’izhah,dan
al-mujadalah akan tetapi hadits juga memaparkan menjadi tiga yaitu
bilyadi,billisan dan bilqolbi.
[1] Drs. H.Munzier
Suparta,M.A,dkk,”Metode Dakwah”.(Jakarta:Kencana,2006).alil diatas yang sahih bahwa
dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Yang mana Allah swt mengancam siapa saja
yang meninggalkan dakwah Islam, atau berdiam diri terhadap kemaksiyatan dengan
“tidak terkabulnya doa”. Bahkan, jika di dalam suatu masyarakat, tidak lagi ada
orang yang mencegah kemungkaran, niscaya Allah akan mengadzab semua orang yang
ada di masyarakat tersebut, baik ia ikut berbuat maksiyat maupun tidak.
Kenyataan ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa hukum dakwah adalah wajib,
bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang terkandung di dalam
nash-nash yang berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk pasti. Indikasi
yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti adalah, adanya siksa bagi
siapa saja yang meninggalkan dakwah.
Selain itu berdakwah dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara atau metode yang mana di dalam al-quran
menyebutkan bahwa metode berdakwah ada dua yaitu hikmah,mau’izhah,dan
al-mujadalah akan tetapi hadits juga memaparkan menjadi tiga yaitu
bilyadi,billisan dan bilqolbi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar